Kisah ini bukanlah kisah cinta yang indah,tetapi tidak ada salahnya menjadi bahan bacaan atau renungan bahwa cinta tidakselamanya membawa bahagia.
Namaku Ernis, saat ini usiaku 23 tahun. Limatahun yang lalu, aku berkenalan dengan seorang pria, sebut saja namanya Galih.Usia kami terpaut setahun, kami pertama kali berkenalan pada saat ospek dikampus. Dia adalah seniorku, dan kami berada pada jurusan yang sama.
Sejak hari pertama ospek, dia sering berbuatulah padaku. Kadang dia sering membuatku kesal dengan menyuruhku membawa barangini itu saat ospek. Membawa onde-onde tanpa wijen, membawa donat selai durian,dan barang lain yang tidak wajar. Aku akan dihukum jika keesokan hari tidakmembawanya. Jujur, aku kesal padanya, dia satu-satunya senior yangmerepotkanku, sementara senior yang lain bersikap biasa saja.
Pada hari terakhir ospek, Galih menawarkandiri untuk mengantarku pulang. Aku agak heran karena selama seminggu, tidak adasatupun kelakuannya yang manis di mataku. Tawaran itu sempat kutolak, tetapidia meyakinkan bahwa aku akan sampai ke rumah dengan selamat dan tidakkekurangan apapun. Sebuah gombalan yang akhirnya membuatku merasa aman diantarolehnya.
Galih menepati janjinya untuk mengantarkudengan selamat. Sebelum dia berpamitan, dia meminta maaf atas sikapmenyebalkannya padaku selama ospek. Dia mengatakan bahwa semua itu dilakukanuntuk memancing perhatianku saja, bahwa sebenarnya dia menyukaiku sejak haripertama ospek. Satu kalimat yang langsung membuat jantungku berdebar tidakkaruan. Singkat cerita, sebulan setelah kejadian itu, kami berpacaran.
Aku menikmati masa kuliah dengan menyenangkan.Bersama Galih, aku menikmati manisnya jatuh cinta. Kami sudah seperti teman,keluargaku juga merestui hubungan kami. Kadang aku berbincang dengan ibu Galihyang tinggal di luar kota. Intinya, dari pihak keluarga, tidak ada rintangansama sekali. Jika diibaratkan, hidupku seperti gula-gula, sangat manis danmenyenangkan. Saat jatuh cinta, semua hal terasa ajaib.
Hingga aku sadar bahwa keajaiban itu kadanghanya ilusi..
Tepat seminggu sebelum ulang tahunku, Galihmenghilang begitu saja. Aku berpikir, mungkin dia akan memberi kejutan. Tetapisudah dua minggu berlalu, dan dia tidak pernah muncul. Saat kuteleponkeluarganya, mereka juga mengatakan bahwa tidak ada kabar darinya. Demikianjuga dengan teman-teman Galih. Sudah tentu aku mencemaskannya. Hingga suatusiang, aku mendapat telepon dari Galih bahwa dia ingin hubungan kami berakhir.
Aku merasa tidak ada yang salah dalam hubungankami, selama ini semua baik-baik saja. AKhirnya aku tahu bahwa Galih menyukaiwanita lain. Wanita yang lebih tua lima tahun darinya, wanita yang sudah mapandan lebih kaya dariku. Wanita yang tidak keberatan membelikan mobil terbaruuntuknya tanpa pikir panjang. Ternyata hanya begitu saja, hanya dengan alasanitu saja Galih meninggalkanku. Ternyata dia tidak sebaik apa yang aku pikirkan,dia tidak semanis senyum yang setiap pagi aku lihat. Bodoh sekali aku tidakmenyadarinya sejak awal, aku bahkan sempat berpikir betapa bodoh diameninggalkanku.
Sudahlah, lebih baik aku tahu sejak awal.
Aku bersyukur Tuhan membuka mataku sebelumhubungan kami lebih serius.
Jika ada yang bertanya apakah aku dendam padaGalih? Aku kecewa, tetapi tidak sampai menyimpan dendam untuknya. Daripada akumenyimpan dendam, lebih baik aku memikirkan masa depanku. Lebih baik akumempersiapkan hati dan pikiranku untuk pria lain yang lebih pantas bersandingdenganku.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran untukku danteman-teman pembaca.